Rabu, 20 Juni 2007

Menghitung "Budi", menghargai sebuah ketulusan

Catatan setelah membaca Kitab Kejadian 14 : 1-24

Terkadang kita tidak yakin akan ketulusan orang lain saat berbuat baik kepada kita. Kita kadang berpikir saat menerima kebaikan itu, "punya pamrih apa ya dia?". Atau sebaliknya kita kadang tak menyadari bahwa seseorang berbuat baik pada kita karena mengharapkan "timbal balik".
"Materi" sering menjadi faktor utama adanya "ketidaktulusan" ini. Bukan hanya ketidaktulusan dalam membantu, tapi juga ketidaktulusan dalam "berterima kasih". Bolehlah kita ambil contoh dalam kehidupan sehari-hari, saat mobil kita mogok, apalagi di jalanan "megapolitan" ini. Bisakah kita hanya mengucapkan terima kasih dan meninggalkan "orang-orang yang berbuat baik" mendorong mobil kita?, meski ucapan terima kasih kita itu tulus? Saya yakin tidak, ada anggaran khusus untuk paling tidak sekedar memberikan uang rokok kepada mereka. Dalam diri kita pun mungkin sudah terpatri kalau dengan uang pasti "beres". Jadi esensi ketulusan berterima kasih kita pun luntur entah kemana, karena belum tentu kita bertegur sapa kembali dengan mereka yang sudah "dibayar budinya" saat bertemu di jalan (sudah lupa mungkin).
Ini pulalah yang menurut Saya terjadi pada kisah Abram. Niat Abram ketika mengusir musuh Sodom bukan semata-mata "menolong" kerajaan itu, tetapi lebih karena ingin menyelamatkan Lot, keponakannya. Meski begitu ia sebenarnya mendapatkan ucapan terima kasih yang tulus dari Melkisedek, seorang Imam Allah yang kebetulan menjadi Raja di salem (sekutu Sodom). Ia membawa roti dan anggur serta memberkati Abram (ayat 19-20). Abram "membalasnya" dengan memberikan kepadanya harta/materi (ayat 20). Tuluskah ucapan terima kasih Abram itu? Apakah ia hanya menghargai berkat itu dengan sepersepuluh harta kekayaan hasil perang?
Lain lagi cara Raja Sodom berterima kasih pada Abram. Justru pamrih "bisnis" dan "kejayaan" yang ia tonjolkan. Ia bersedia memberikan seluruh harta benda di negerinya asal Abram berkenan menukarnya dengan orang-orang pilihan/pasukan Abram. Dalam hal ini Abram lebih "bijaksana" dan berpikir "taktis". Tawaran itu memang menarik, tapi ia tidak mau jika ia menerima tawaran itu justru keadaan jadi "berbalik" menjadi Raja Sodom merasa telah menanam budi kepada Abram (ayat 23).
Nah bagaimana dengan kita? Bukankah lebih baik jika kita lebih banyak menanam budi daripada banyak berhutang budi? Lalu, mampukah kita berbuat baik tanpa pamrih dan berterima kasih dengan tulus?

Selasa, 12 Juni 2007

Abram Dan Lot Berpisah

Catatan setelah membaca Kitab Kejadian 13:1-18

" Jauh wangi baunya, dekat busuk baunya", mungkin peribahasa inilah yang sering kita dengar dalam mengomentari sebuah hubungan kekerabatan. Memang sering terjadi, persaudaraan/hubungan family kadang terganggu karena tempat tinggal yang berdekatan/satu rumah di mana masing - masing telah mempunyai keluarga masing- masing pula. Hal ini tak lepas dari sifat manusia yang kadang iri dan cemburu melihat Saudara kita "lebih" dari kita, lebih sensitif lagi apabila menyangkut harta dunia. Kadang seseorang lebih senang jika saudara yang tinggal berdekatan/bersamanya berada "bibawah" pengaruh dan wibawa/kuasanya. Bukannya ikut senang jika Saudara kita lebih hebat, tapi justru cenderung rasa iri-lah yang ditonjolkan. Memang tidak sedikit pula yang dapat hidup berdampingan dengan damai sebagai kerabat. Hal itu mungkin tergantung "kadar" kasih dan penghargaan terhadap hubungan kekerabatan itu.
Terjadi pula dalam kehidupan Abram dan Lot (keponakannya). Ketika Abram menangkap bibit-bibit perpecahan diantara mereka yang dimulai dari perkelahian antara gembala-gembala mereka, Abram memutuskan untuk berbagi wilayah dengan Lot. Abram tinggal di Kanaan sedangkan Lot memilih tinggal di sebelah timur Lembah Yordan (Sodom).
Hubungan persaudaraan memang kadang terasa manis dan wangi jika kita jarang bertemu, naman sering "berbau tak sedap" jika tinggal dan sering berada di dekat kita. Mari kita tengok kembali seberapa besarkah "kasih' kita kepada para Saudara kita itu? Atau rasa iri dan cemburu dan haus kehormatan kita telah menutup kasih itu sendiri?
Jika kita memang belum sanggup mengasihi Saudara kita sepenuh hati dan rela saling berkorban dan berbagi, mungkin sebaiknya kita mengambil langkah yang mirip dengan Abram. Kita perlu ingat Saudara jika tidak ada kasih didalamnya bisa menjadi "musuh", sebaliknya "orang lain/tetangga" jika kita saling menunjukkan kasih bisa menjadi saudara kita.

Rabu, 06 Juni 2007

Awal Kisah Abram

Catatan setelah membaca Kitab Kejadian 11:10-32 12:1-20

Abram dipilih dan dipanggil Allah

Salah satu dari garis keturunan Sem adalah Abram yang diberkati Tuhan. Ia menjanjikan bahwa keturunan Abram akan menjadi bangsa yang besar. Abram pun seorang yang taat akan Tuhan dan selalu mematuhi perintah Tuhan. Mengikuti perintah Tuhan untuk meninggalkan tanah Haran menuju tempat yang ditunjuk Tuhan dan mendirikan mezbah di tempat Tuhan menampakkan diri padanya. Perjalanan Abram : Haran-Kanaan-More-timur Babel-Negeb.


Abram di Mesir ( ketakutan seorang Abram-pengorbanan Sarai (istri Abram)-pembelaan Tuhan)


Ada yang khusus dicatat disini bahwa Abram tidaklah "sesempurna" yang kita bayangkan sebagai seorang suami dalam melindungi istri. ketika negeri yang disinggahi Abram dilanda kelaparan, mereka pergi ke Mesir. Sarai-istrinya, berparas cantik. Abram takut jika orang mesir tahu bahwa Sarai adalh istrinya, mereka akan membunuhnya dan mengambil Sarai. Maka Ia mengatakan kepada orang Mesir bahwa Sarai adalah "adiknya" (Kej 12:11-13).

Apa yang dilakukan Abram adalah agar mereka tetap hidup dan mendapatkan "harta" (ternak, makanan dll). Benar saja, ketika punggawa Firaun melihatnya mereka tertarik kepada Sarai dan membawanya ke Raja Firaun. Firaun menyambut Abram dengan baik karena ia "menginginkan" Sarai dan memberikan Abram Harta benda berupa berbagai macam ternak. Tuhan menimpakan Tulah kepada Firaun karena perbuatan (zinahnya?) yang tidak "disadarinya".

Perlu dicatat pula pengorbanan Sarai bahwa ia pun sebenarnya telah bersedia "di Zinahi" karena ia telah diperistri Firaun, dapat disimpulkan dari apa yang dikatakan firaun kepada Abram (ayat 18)- Lalu Firaun memanggil Abram serta berkata ;" Apakah yang kau perbuat ini terhadap aku? mengapa tidak kau beritahukan bahwa ia istrimu. Mengapa engkau katakan dia adikku, sehingga aku mengambilnya menjadi "istriku"?

Di sinilah perlu "digugat" tanggung jawab Abram, benarkah yang ia perbuat? bagaimana dengan kesucian Sarai? Dan kenapa hanya Firaun yang dipersalahkan Tuhan?

Minggu, 03 Juni 2007

Menara Babel - Awal Mula Berbagai Bahasa

Catatan setelah membaca Kitab Kejadian 11:1-9

Dahulu seluruh bumi satu bahasanya dan satu logatnya. Keturunan Nuh bergerak ke timur dan menjumpai tanah datar di Sinear.Menetaplah mereka di sana dan mendirikan sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, sampai sekarang diberi nama Babel.

Tuhan melihat pekerjaan mereka dan mengatakan bahwa mereka adalah satu bahasa untuk semuanya. ini barulah permulaan usaha mereka, mulai saat itu apapun juga yang mereka (manusia) rencanakan tidak ada yang tidak terlaksana.

Tuhan turun dan memencarkan mereka ke seluruh bumi dengan berbagai bahasa.

Jika sekarang ini kita di dunia terdiri dari berbagai bahasa, kita tetap bisa berkomunikasi dengan "Saudara" kita yang lain karena pada dasarnya kita berasal dari satu bahasa yang oleh karya Tuhan diberikan keanekaragaman.

Nuh dan Anak-anaknya

Catatan setelah membaca Kitab Kejadian 9 : 1-28
Anak-anak nuh yang keluar dari bahtera adalah sem, Ham dan Yafet. Dari merekalah tersebar seluruh penduduk di bumi. Ham adalah bapa Kanaan.
Dalam perikop ini dicatat bahwa Nuh adalah seorang petani dan dialah mula-mula membuat kebun anggur. Setelah ia minum anggur mabuklah ia dan telanjang di kemahnya. Ia begitu marah ketika tahu bahwa Ham telah melihat auratnya dan mengutuk Kanaan menjadi paling hina diantara saudara-saudaranya.
Aurat adalah harga diri, dan minuman keras bisa membuat hal buruk terjadi.

Nb: Nuh meninggal pada umur 950 tahun.